Mencuri Air

Kalau mampir ke toilet umum trus antum buang hajat dan pas keluar dari toilet ada kotak bertuliskan toilet Rp. 2000,- nah qodarullah antum gak bayar krn gak ada yg jaga… kira kira sah gak bersucinya?

Apabila air diperoleh dengan cara mencuri, maka tidak sah berwudhu dengan air tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Baik. Dia tidak menerima sesuatu kecuali yang baik.” (HR. Muslim).

Sudah dimaklumi, bahwa mencuri merupakan perbuatan yang tidak baik dan keharamannya sudah jelas. Oleh karena itu, air hasil curian (yang merupakan barang yang tidak baik) tidak sah digunakan untuk berwudhu.

Adapun air haram digunakan untuk cebok maka tetap sama tidak sah jika ia melakukan sholat dari cebok dari hal yg haram.

Dia hendaknya membayar uang tsb sebelum sholat agar sah sholatnya. Krn najisnya hilang namun berganti dg najis secara maknawi yakni air curian..yg menempel pada sesuatunya..

Semoga bisa dipahami.

Bilamana terlanjur sholat dgnnya maka jika waktu masih ada maka ulangi sholatnya setelah ia membayarnya..

Hal ini jika toilet umum tsb memang aslinya bertarif. Bukan karena oknum.

 Ditulis oleh Ustadz Abu Riyadl Nurcholis Majid, Lc حفظه الله تعالى

  ⌣̊┈»·̵̭̌✽✽·̵̭̌«┈⌣̊

Mereka menganggap bahwa mentaati ulil amri adalah sebuah kehinaan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyelisihi kaum jahiliyah dengan cara memerintahkan umatnya agar taat kepada ulil amri dalam perkara yang ma’ruf. Bahkan beliau mengabarkan akan munculnya pemimpin yang berhati setan dalam badan manusia karena saking jahatnya. HR Muslim.

Ketika beliau ditanya, “Apa yang harus kami lakukan?” Beliau menjawab, “Tetap mendengar dan taat walaupun harta kita diambil dan badan kita dipukul.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengabarkan bahwa agama adalah nasehat yaitu untuk Allah, RasulNya, kitabNya, ulil amri dan kaum muslimin secara umum. HR Muslim.

Makna nasehat kepada ulil amri adalah:

1. Mentaatinya dalam perkara yang ma’ruf.
2. Bersabar dari kezalimannya.
3. Mendo’akan kebaikan untuknya.
4. Meluruskan kesalahannya dengan cara yang ma’ruf.
Dalam hadits: “Siapa yang ingin menasehati ulil amri janganlah dengan cara terang-terangan, ambillah tangannya dan nasehatilah secara rahasia. Bila ia menerima (maka itu kebaikan) dan bila ia tidak menerima, maka ia telah melaksanakan tugasnya.” HR Ahmad dll dan jalan-jalannya saling menguatkan satu sama lainnya sehingga menjadi hasan.

5. Tidak mencaci maki mereka dan membuka aib mereka di hadapan halayak.

Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata, “Para pembesar shahabat melarang kami; jangan mencaci para pemimpin, jangan berbuat curang kepada mereka, dan jangan membuat mereka marah. Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah, karena urusan ini dekat.” HR Ibnu Abi Ashim dalam kitab Assunnah

 Oleh Ustadz Badrusalam, Lc حفظه الله تعالى

  ⌣̊┈»·̵̭̌✽✽·̵̭̌«┈⌣̊