RENUNGAN IMAM ASY-SYAUKANI RAHIMAHULLAH

Al-Imam Asy-Syaukaani rahimahullah (wafat 1250 H) berkata dalam sya’irnya :

فَكَّرْتُ فِي عِلْمِي وَفِي أَعْمَالِي …. وَنَظَرْتُ فِي قَوْلِي وَفِي أَفْعَالِي

Aku merenungkan tentang ilmuku dan amalanku…. Aku mengamati perkataanku dan perbuatanku…

فَوَجَدْتُ مَا أَخْشَاهُ مِنْهَا فَوْقَ مَا …. أَرْجُو فَطَاحَتْ عِنْدَ ذَا آمَالِي

Maka aku dapati apa yang aku takutkan darinya melebihi apa yang aku harapkan darinya…maka sirnalah saat itu harapan-harapanku…

وَرَجَعْتُ نَحْوَ الرَّحْمَةِ الْعُظْمَى إِلَى … مَا أَرْتَجِي مِنْ فَضْلِ ذِي الأَفْضَالِ

Akupun kembali menuju rahmat (kasih sayang) yang luas… kepada karunia yang aku harapkan dari Dzat pemilik segala karunia…

فَغَدَا الرَّجَا وَالْخَوْفُ يَعْتَلِجَانِ فِي … صَدْرِي وَهَذَا مُنْتَهَى أَحْوَالِي

Jadilah harapan dan ketakutan berseteru dalam dadaku…inilah kesudahan kondisiku

(Nailul Wathor min taroojumi rijaalil yaman fi al-qorni ats-tsaalits ‘asyar karya Muhammad Zabaaroh As-Shon’aani, 2/302)

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah seorang ulama yang sangat terkenal penulis buku Nailul Authoor, menjelaskan bahwa setelah menimbang-nimbang ilmu, amalan, perkataan, dan perbuatannya maka beliau mendapati bahwa semuanya tidak bisa diandalkan. Apa yang beliau takutkan dari ilmu, amal, perkataan, dan perbuatan jika dihisab kelak lebih besar dari apa yang beliau harapkan…

Karenanya beliau hanya bisa mengharapkan kasih sayang yang luas dari Allah ta’aala agar merahmati beliau…

Jika Al-Imam Asy-Syaukani tidak ujub dan tidak bangga dengan ilmu dan amal beliau bagaimana lagi dengan sebagian kita yang pas-pasan?? Atau sudah jelas pailit, minus, dan defisitnya??

Hanya rahmat Allah yang luas yang bisa kita andalkan…

Ya Allah berilah taufiq kepada kami agar senantias bersyukur dan beramal sholeh…senantiasa takut kepada adzabMu dan senantiasa berharap akan rahmatMu…

✒ Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه الله تعالى

MENGHINDARI SIFAT SOK TAHU

★ Ilmu itu harus ada sebelum berkata dan berbuat. Bila beramal tanpa ilmu dapat membinasakan, maka berfatwa tanpa ilmu dapat menyesatkan. Adapun orang yang tidak berilmu namun menampakkan dirinya seolah-olah berilmu, dialah orang sombong yang sok pintar dan sok tahu. Kita berlindung kepada Allah azza wa jalla dari sifat buruk ini.

☆ Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zayd rahimahullah mengatakan: “Hati-hati! Jangan sampai jadi Abu Syibr (Abu Sejengkal). Sebagaimana telah dikatakan, ilmu itu terdiri dari tiga jengkal (tingkatan): siapa yang baru masuk pada jengkal pertama akan sombong, ketika naik ke jengkal kedua mulai tawadhu’ (rendah hati), dan siapa yang naik hingga jengkal ketiga ia tahu bahwa dirinya tidak tahu (karena begitu luasnya samudra ilmu).”

★ Saudaraku, beliau menasihati kita agar tidak istiqomah pada jengkal pertama, ilmu baru sedikit, namun sombongnya amit-amit. Ilmu belum ada, tapi ucapan dan fatwa membahana. Sehingga gelar yang pantas disandang oleh orang seperti ini adalah Abu Syibr alias Abu Sejengkal alias Si Bodoh yang Sombong.

☆ Fenomena sok tahu banyak permasalahan agama banyak menjangkiti para penuntut ilmu. Bahaya terburuk yang dihasilkannya ialah dapat menyeret kepada berkata tentang agama tanpa ilmu.

★ Syaikh Bakr Abu Zayd rahimahullah mengatakan: “Sesungguhnya sikap sok tahu merupakan tangga menuju berkata dalam agama tanpa ilmu.”

☆ Orang yang sok tahu melupakan ilmu dan tidak menjaganya, berusaha menjadi baligh padahal belum waktunya, ia menggunakan kebaikan untuk melakukan keburukan.

★ Ibnu Hajar al-‘Asqolani rahimahullah mengatakan: “Bila seseorang berkata tidak sesuai keilmuannya, niscaya ia akan membawa berbagai hal yang luar biasa nyelenehnya.”

☆ Di antara doa al-Hasan al-Basri rahimahullah dahulu adalah: “Ya Allah, aku mengeluhkan kepada-Mu buih kotor ini (yakni fenomena sok tahu).”

★ Semoga Allah menghindarkan kita dari penyakit buruk yang dapat menyeret kepada berkata tanpa ilmu ini. Ya Allah, bimbinglah kami untuk mendapatkan ilmu dan mudahkanlah kami untuk mengamalkannya. Aamiin.

[at-Ta’aalum & al-Hilyah, Bakr Abu Zaid]

✅ Bagian Indonesia
🏠 ICC DAMMAM KSA
📱 +966556288679
==================
📅 [ 29/04/1436 H ]

MTDHK 01 | URGENSI MENUNTUT ILMU AGAMA

Segala puji hanya bagi Allah Ta’ala, Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, keluarga, para sahabat dan pengikut setia mereka sampai hari kiamat, Amma ba’du:

👉 (( Allah Ta’ala telah menjaga pertahanan kaum muslimin dengan mujahidin (orang-orang yang berjihad) dan menjaga syariat Islam dengan para penuntut ilmu, sebagaimana dalam firmanNya:

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122).

Pada ayat tersebut Allah Ta’ala membagi orang-orang beriman menjadi dua kelompok, mewajibkan kepada salah satunya berjihad fi sabilillah dan kepada yang lainnya mempelajari ilmu agama. Sehingga tidak berangkat untuk berjihad semuanya karena hal ini menyebabkan rusaknya syariat dan hilangnya ilmu, dan tidak pula menuntut ilmu semuanya sehingga orang-orang kafir akan mengalahkan agama ini. Karena itulah Allah Ta’ala mengangkat derajat kedua kelompok tersebut.))
–Hilyah al-‘Alim al-Mu’allim, Salim al-Hilaliy hal: 5-6.

👉 (( Yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu yang Allah turunkan kepada NabiNya –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam berupa keterangan dan petunjuk. Jadi ilmu yang dipuji dan disanjung adalah ilmu wahyu, ilmu yang Allah turunkan saja. Sebagaimana sabda Nabi –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam :
“Barangsiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan maka Dia akan menjadikannya mengerti masalah agama.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda pula:
“Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, hanya saja mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya berarti ia mengambil nasib (bagian) yang banyak.”
(HR. Abu-Dawud dan At-Tirmidzi)

Sebagaimana telah kita ketahui bahwasanya yang diwariskan oleh para nabi adalah ilmu syariat Allah Ta’ala dan bukan yang lainnya.))
–Kitab al-‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 11

👌 Hukum Menuntut Ilmu Syar’i:

👉 (( Mununtut ilmu syar’i adalah fardlu kifayah yaitu apabila telah mencukupi (para penuntut ilmu) maka bagi yang lain hukumnya adalah sunnah, namun bisa juga menjadi wajib bagi tiap orang atau fardlu ‘ain yaitu ilmu tentang ibadah atau muamalah yang hendak ia kerjakan.))
–Kitab al-‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 21

Akhukum Fillah
@AbdullahHadrami

[🌍📚 WA MTDHK (Majelis Taklim dan Dakwah Husnul Khotimah) kota Malang, Bimbingan Al-Ustadz Abdullah Sholeh Al-Hadromi hafidhahullah 📚🌏]

ANTUSIAS PARA PENDAHULU DALAM MENUNTUT ILMU

 

Generasi pertama umat ini yang telah mendahului kita dalam ilmu dan amal begitu antusias dan semangat dalam menuntut ilmu dan menghadiri majelis-majelisnya. Demikian pula dengan generasi-generasi setelahnya. Di bawah ini di antara kisah semangat mereka.

■ Mendatangi Ilmu

Adalah Habrul Ummah, Turjumanul Quran, yakni Ibnu Abbas radiyyallahu anhuma, pernah mendatangi pintu-pintu para Sahabat di bawah terik matahari, sekedar untuk bertanya kepada mereka tentang suatu hadis. Mari kita simak penuturan beliau sendiri.

Dari Ibnu Abbas radiyallahu anhuma, ia bercerita mengisahkan perjalanan dirinya dalam menuntut ilmu: “Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meninggal dunia, aku berkata kepada seorang dari kaum Anshar: “Kemarilah engkau, ayo kita bertanya kepada Sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, mumpung jumlah mereka hari ini masih banyak.”

Ia menjawab: “Engkau ini aneh, wahai Ibnu Abbas, apakah engkau mengira orang-orang akan butuh dengan kamu? Sementara di tengah-tengah mereka masih ada Sahabat dan orang-orang senior lainnya.”

Ibnu Abbas melanjutkan: ” Orang itu pun pergi, lalu aku mulai bertanya tentang hadis kepada para Sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ketika sampai kepadaku kabar tentang hadis yang ada pada seorang Sahabat, maka aku langsung pergi untuk mendatangi pintu rumahnya. Tatkala itu ia sedang tidur siang, maka akupun berbaring dengan selendangku di depan pintu rumahnya, sampai-sampai debu beterbangan mengenai mukaku. Pada saat keluar ia berkata: “Wahai sepupu Rasulullah, apa yang telah mendorongmu datang kemari, mengapa engkau tidak mengirim utusan agar aku yang datang untuk menemuimu?”

Ibnu Abbas menjawab: “Aku lebih berhak untuk menemuimu. Kemudian akupun bertanya tentang hadis kepadanya.”

Beliau melanjutkan: “Orang dari kaum Anshar itu ternyata masih hidup, hingga akhirnya suatu saat ia melihatku, sementara itu orang-orang berkumpul di sekitarku untuk bertanya kepadaku. Orang Anshar itu berucap: “Pemuda ini ternyata lebih cerdas dari dariku.”

Ibnu Abbas berkata: “Aku mendapati kebanyakan ilmu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berada pada perkampungan ini dari kalangan Anshar. Sungguh, aku dahulu pernah tidur siang di depan pintu rumah seorang dari mereka. Andai saja aku berkehendak, pasti ia sudah mengizinkan diriku untuk masuk, akan tetapi aku melakukan ini agar ia ridha ketika menyampaikan ilmunya.”

■ Sakit Karena Ketinggalan Majelis Ilmu

Bahkan, seorang dari generasi dahulu pernah ada yang ketinggalan majelis ilmu, lalu ia jatuh sakit dan harus istirahat di atas ranjang tidurnya.

Adalah Syu’bah bin al-Hajjaj ia berkata: “Sesungguhnya aku gemar belajar hadis, pernah aku tertinggal dari menghadiri majelis hadis hingga akhirnya akupun jatuh sakit.”

■ Saking Ramainya

Yang lebih menganehkan, di antara mereka ada seorang Syaikh yang meninggal dunia lantaran ramainya orang yang hadir pada majelisnya.

al-Khaththabi bertutur: “Para penuntut ilmu beramai-ramai menghadiri majelis Husyaim, hingga (saking ramainya) ia terjatuh dari keledainya lalu wafat karenanya.”

■ Berlari Menuju Majelis Ilmu

Mereka begitu semangat hingga kalau berjalan begitu cepat, bahkan terkadang berlarian guna menghadiri majlis ilmu tepat waktu.

Syu’bah bin al-Hajjaj berkata: “Tidaklah aku melihat seorang yang berlari melainkan aku berkata, kalau bukan orang gila pasti dia adalah penuntut ilmu.”  Semoga Allah merahmati mereka semua.  

Demikian di antara gambaran semangat mereka dalam menuntut ilmu. Barang siapa yang mengetahui keutamaan ilmu dan kelezatannya, niscaya ia akan senantiasa mengharapkan tambahan dan antusias untuk mendapatkannya. Ia pun bagaikan orang rakus yang tiada pernah kenyang. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

(( مَنْهُوْمَانِ لاَ يَشْبَعَانِ: مَنْهُوْمٌ فِي عِلْمٍ لاَ يَشْبَعُ، وَمَنْهُوْمٌ فِي دُنْياً لاَ يَشْبَعُ )).

“Ada dua golongan orang rakus yang tak pernah kenyang: rakus dengan ilmu, ia tidak pernah kenyang, dan rakus terhadap dunia, iapun tidak pernah kenyang ”. (Sahih riwayat al-Hakim)

Semoga Allah memberikan semangat menimba ilmu yang tinggi kepada kita semuanya. Aamiin

[Hilyah al-‘Aalim al-Mua’llim wa ath-Thaalib al-Muta’allim, Abu Usama al-Hilali]

✅ Bagian Indonesia
🏠 ICC DAMMAM KSA
📱+966556288679
===================
📆 [ 17/04/1436 ]

BAGAIMANA MENYIKAPI ORANG-ORANG JAHIL

Imam Syafi’i pernah berkata :

“Aku MAMPU BERHUJAH dengan 10 orang yang BERILMU, tetapi
aku PASTI KALAH dengan SEORANG YANG JAHIL, karena orang
yang jahil itu TIDAK PERNAH FAHAM LANDASAN ILMU.”

Catatan :

Jika bisa … kita MENGALAH dengan orang yang jahil,
Jika tidak … maka kita akan sama2 TURUT JAHIL …
maka … DIAM saja … itu PENYELAMAT,
daripada …. teruskan nista yang TIADA KESUDAHAN..

Lengkapnya dari Imam Syafi’i Rahimahullah :

BAGAIMANA MENYIKAPI ORANG-ORANG JAHIL

ﺍِﺫَﺍ ﻧَﻄَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻔِﻴْﻪُ ﻭَﺗُﺠِﻴْﺒُﻬُﻔَﺦَﻳْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺍِﺟَﺎﺑَﺘِﻪِ ﺍﻟﺴُّﻜُﻮْﺕُ

Apabila orang bodoh mengajak berdiskusi dengan anda, maka sikap
yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi…

ﻓَﺎِﻥْ ﻛَﻠِﻤَﺘَﻪُ ﻓَﺮَّﺟْﺖَ ﻋَﻨْﻬُﻮَﺍِﻥْ ﺧَﻠَّﻴْﺘُﻪُ ﻛَﻤَﺪًﺍ ﻳَﻤُﻮْﺕُ

Apabila anda melayani, maka anda akan susah sendiri. Dan bila anda
berteman dengannya, maka ia akan selalu menyakiti hati….

ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﺳَﻜَﺖَّ ﻭَﻗَﺪْ ﺧُﻮْﺻِﻤَﺖْ ﻗُﻠْﺖُ ﻟَﻬُﻤْﺎِﻥَّ ﺍﻟْﺠَﻮَﺍﺏَ ﻟِﺒَﺎﺏِ ﺍﻟﺸَّﺮِ ﻣِﻔْﺘَﺎﺡُ

Apabila ada orang bertanya kepadaku,“jika ditantang oleh musuh,
apakah anda diam?” jawabku kepadanya,…

“Sesungguhnya untuk menangkal pintu-pintu kejahatan itu ada
kuncinya.”

ﻭَﺍﻟﺼُّﻤْﺖُ ﻋَﻦْ ﺟَﺎﻫِﻞٍ ﺃَﻭْ ﺃَﺣْﻤَﻖٍ ﺷَﺮَﻓٌﻮَﻓِﻴْﻪِ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻟِﺼَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌِﺮْﺽِ ﺍِﺻْﻠَﺎﺡُ

Sikap diam terhadap orang yang bodoh adalah suatu kemuliaan.
Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu
kebaikan….

Lalu,… Imam Syafi’i berkata :

ﻭَﺍﻟﻜَﻠﺐُ ﻳُﺨْﺴَﻰ ﻟَﻌَﻤْﺮِﻯْ ﻭَﻫُﻮَ ﻧَﺒَّﺎﺡُ

Apakah anda tidak melihat bahwa seekor singa itu ditakuti lantaran ia
pendiam…..??

Sedangkan seekor anjing dibuat permainan karena ia suka
menggonggong…??

(Dikutip dari buku “Diwan As-Syafi’i” karya Yusuf Asy-Syekh
Muhammad Al-Baqa’i)

Maksudnya :

Tidak perlu kita berdiskusi dengan orang2 yg nantinya akan
menghinakan para ulama dan juga kita sendiri,…

Utk itu Imam Syafi’i berkata kpd orang tersebut :

“Berkatalah sekehendakmu untuk menghina kehormatanku, toh
diamku dari orang hina adalah suatu jawaban. Bukanlah artinya aku
tidak mempunyai jawaban, tetapi tidak pantas bagi “sang singa”
meladeni ‘anjing anjing’,
(Kata-kata istilah)

Saudara-saudaraku,…. Hentikanlah perdebatan dengan orang-orang jahil…

Barakallahu fiikum.
Copas group WA

__________________
🔰🔰🔰🔰🔰🔰
📌 دَعْوَةُ الْخَيْرِ
💈 لِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ

BERKATA TANPA ILMU

Alhamdulillah, was sholatu was salam ala’ Rosulillah, wa ba’ du;

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, ” Allah Ta’ala telah melarang para hamba dari berkata tanpa ilmu, baik dalam memberikan putusan hukum, berfatwa, bahkan perkara ini merupakan perbuatan yang paling besar keharaman nya, & di jadikan urutan pertama dari perbuatan yang haram.

Allah Ta’ala berfirman, ” Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yg keji, baik yg nampak ataupun yg tersembunyi, & perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yg benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yg Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu & (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yg tidak kamu ketahui”. (QS Al – A’raaf 33).

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu, ia berkata, Rosulullah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yg diberikan fatwa dengan tanpa ilmu, maka dosanya akan di timpakan kepada orang yg telah memberikan fatwa”. (HR Abu Dawud).

Berdasarkan hadist ini & lainnya, para ulama enggan utk memberanikan diri utk mmberikn fatwa & lebih memilih utk berdiam diri & hal ini dikarenakan rasa takut dari berkata atas nama Allah Ta’ala dan atas perkara agama dgn tanpa berdasarkan ilmu.

Diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Amri ibnu Al-A’sh radhiyallahu anhuma, ia berkata, aku mendengar Rosulullah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tdk mencabut ilmu dgn mencabut dari dada para ulama, akan tetapi mencabutnya dgn mewafatkan para ulama, sehingga jika tdk lagi tersisa dari kalangan para ulama, maka manusia akan menjadikan orang²  jahil sebagai para pemimpin, sehingga tatkala ia ditanya, dan memberikan jawaban dgn tanpa ilmu, maka niscaya ia akan tersesat & menyesatkan”. (HR Bukhary dan Muslim).

Berkata Abdurrahman ibnu Abi Laila, ia menceritakan keadaan para sahabat radhiyallahu anhum ajmaiin, ” Dahulu ….

 Ditulis oleh Ustadz Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى

  ⌣̊┈»·̵̭̌✽✽·̵̭̌«┈⌣̊

Kisah Nyata SEINDAH-INDAH POLIGAMI

( Aku dan Tiga “Istriku”)
Ketika poligami menjadi sesuatu yang menakut kan, kami sudah menjalaninya dengan menyenangkan.
Aku dikaruniai 3 “istri” yang sangat mendukung perjuanganku.
Ketiga istriku saling bersinergi menghadirkan
surga di dunia ini menuju surga sebenarnya nanti.
Aku menikahi “istri” pertamaku pada saat usiaku masih sangat
belia.
Aku jatuh hati pada pandangan pertama.
Tak perlu waktu lama untuk memproses pernikahanku. Istri pertamaku sangat sayang kepadaku, ia selalu menuntun dan membimbingku setiap aku ditimpa masalah dalam hidup.
Aku tak akan pernah kehilangan cinta kepadanya.
Istri pertamakulah yang menunjukkan aku pada calon “istri” keduaku.
Aku banyak mengetahui dia dari istri pertamaku itu. Begitu banyak hal yang menarik yang ditunjukkan calon istri keduaku itu, maka tak perlu waktu lama, akupun segera menikahinya.
Aku begitu bersemangat bergairah hidup bersama keduanya. Tak berhenti sampai disini kebahagiaanku.
Kedua istriku itu membujukku untuk segera memperistri seorang akhwat shalihah yang aku sendiri belum pernah mengenal dia sebelumnya, kecuali dari selembar biodata dan sedikit informasi dari sahabat dan keluarganya.
Bahkan usiaku belum genap 22 tahun saat itu. Tapi karena aku sudah sangat percaya kepada kedua istriku itu, maka dengan mengucap bismillah aku menikahi istri ketigaku.
Alhamdulillah lengkap sudah kebahagiaanku, apalagi di kemudian hari dari rahimnya Terlahir 5 orang anak yang lucu-lucu.. ( Aisyah maharani, ahmad rasyid dan aya shofia )
Tapi dibanding yang lainnya, istri ketiga ini paling Banyak Berkorban..
Demi kedua istriku sebelumnya, dia lebih banyak mengalah untuk
memberiku waktu lebih banyak bersama mereka.
Dia sudah tahu bahwa aku menikahi istri pertama dan kedua atas dasar cinta, tapi aku menikahi istri ketigaku atas dasar cintaku pada kedua istriku pertamaku itu.
Cinta itu baru tumbuh belakangan, setelah kutahu bahwa dia begitu cinta kepadaku.
Istriku ketigaku pun sangat hormat, cinta dan sayang kepada dua istri pertamaku.
“Istri” pertamaku bernama Ilmu, dia begitu bercahaya dihatiku.
“Istri” keduaku bernama Dakwah, ia begitu menginspirasi gerak kehidupanku.
“Dan istri ketigaku itulah istriku sebenarnya, yang rela menikah denganku atas bimbingan Ilmu dan Dakwah .
Semoga cinta ini kekal hingga ke surga. “Ya Allah, ini adalah pembagianku dalam hal-hal yang aku miliki. Maka janganlah Engkau mencelaku pada sesuatu yang tidak aku miliki.” (HR. Bukhari dalam kitab Fathul Baari Juz 9 hal. 224)

(Copas)

TUJUAN ILMU

Abu Qilabah pernah berkata kepada Ayyub As Sakhtiyani:
“Apabila kamu mendapat ilmu, maka timbulkanlah ibadah padanya. Jangan sampai keinginanmu hanya untuk menyampaikan kepada manusia.”
(Al Adab Asy Syar’iyyah 2/45)

Sebuah pelajaran berharga..
Tujuan ilmu bukan hanya untuk disampaikan saja..
Namun yang terpenting adalah untuk diamalkan..
Di jejaring jejaring sosial..
Di BBM dan media lainnya..
Kita berlomba menyampaikan ilmu..
Baik dengan copas ataupun cara lainnya..

Namun kita sering lupa..
Untuk meraih tujuan ilmu..
Sehingga rasa ujub sering menghinggapi hati..
Merasa senang bila yang berkomentar banyak..
Merasa sedih ketika tidak ada yang komen..
Padahal bukan itu tujuan ilmu..
Tapi tujuan ilmu adalah untuk menambah rasa takut kepada Allah..
Dan menambah keikhlasan..

Penulis: Ust. Abu Yahya Badru Salam, Lc. حفظه الله تعالى